TUGAS FIKIH IBADAH
KHUTBAH JUM’AT
DISUSUN OLEH:
MOH. SYAFRIL IMAM
416110090
PROGRAM STUDY TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2016
KHUTBAH JUM’AT
Kelemah-Lembutan, Musyawarah, dan Tawakkal
Ustad Yufid
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ ومُبلِّغُ النَّاسِ شَرْعَهُ، مَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ:
Bertakwalah kepada Allah, karena siapa yang bertakwa kepada-Nya, Dia akan menjaganya, menunjukinya pada perkara yang terbaik untuk dunia dan akhiratnya.
Takwa kepada Allah Ta’ala adalah mengerjakan ketaatan kepada Allah dengan bersumber dari petunjuk-Nya dan disertai dengan berharap pahala dari-Nya. Dan menjauhi larangan berdasarkan petunjuk dari-Nya dan disertai perasaan takut akan adzab-Nya.
Dalam Alquran, Allah Ta’ala berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali ‘Imran/3:159).
Ibadallah,
Firman Allah: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Maksudnya dengan rahmat atau kasih sayang Allah Azza wa Jalla kepadamu dan kepada para Sahabatmu, engkau bisa berlemah lembut dan bisa menurunkan sayapmu (bersikap rendah hati). Engkau berlaku lembut dan berakhlak mulia kepada mereka, sehingga mereka bisa berkumpul bersamamu dan mencintaimu serta melaksanakan perintahmu.
“Sekiranya kamu bersikap keras”, yaitu berakhlak buruk, “lagi berhati kasar”, yaitu berhati keras, “tentu mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.Karena akhlak buruk dapat menyebabkan mereka lari dan membuat mereka benci kepada orang yang memiliki akhlak tersebut.
Akhlak yang baik termasuk penentu dalam agama, yang dapat menarik manusia menuju agama Allah Azza wa Jalla dan membuat mereka tertarik kepada agama Allah Azza wa Jalla .Selain itu, orang yang memiliki akhlak yang baik juga mendapatkan pujian dan pahala khusus (dari Allah). Sebaliknya akhlak yang buruk termasuk penentu di dalam agama yang dapat membuat manusia lari dari agama Allah Azza wa Jalla dan membuat manusia benci kepadanya. Selain itu, orang yang memilikinya juga mendapatkan penghinaan dan hukuman khusus.Tentang akhlak yang seperti itu, Rasul yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) saja dikatakan oleh Allah seperti itu, apalagi manusia yang bukan rasul.
Bukankah termasuk kewajiban yang paling wajib dikerjakan dan kepentingan yang paling utama untuk didahulukan, seseorang mengikuti Beliau dalam akhlaknya yang mulia?Begitu pula berinteraksi dengan manusia sebagaimana Beliau berinteraksi dengan manusia?
Kita mengikuti Beliau dalam kelemahlembutan dan akhlak baik Beliau serta cara melunakkan hati seseorang. Hal ini dilakukan untuk melaksanakan perintah Allah Azza wa Jalla dan menarik minat para hamba Allah untuk menuju agama Allah.
“Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka.
Kemudian Allah Azza wa Jalla memerintahkan agar Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam untuk memaafkan mereka atas kekurangan-kekurangan yang mereka lakukan kepada Beliau dalam penunaian hak-hak Beliau. Allah k juga memerintahkan Beliau shallallahu alaihi wa sallam agar memintakan ampun untuk mereka atas kekurangan-kekurangan mereka dalam hal penunaian hak-hak Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian Beliau mengumpulkan antara sifat pemaaf dan berbuat baik.
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”, yaitu bermusyawarahlah dalam urusan-urusan yang membutuhkan perundingan, pandangan dan pemikiran.Sesungguhnya bermusyawarah memiliki banyak faidah dan kebaikan, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Di antara faidahnya, musyawarah merupakan salah satu ibadah dan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, untuk melakukan suatu urusan yang telah dimusyawarahkan jika urusan tersebut membutuhkan musyawarah, (maka bertawakkallah kepada Allah), bergantunglah kepada daya dan kekuatan Allah dan jangan tergantung kepada daya dan kekuatanmu sendiri.(Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya), yang bergantung dan kembali kepada-Nya.”
Ibadallah,
Firman Allah Azza wa Jalla :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam diutus sebagai bentuk rahmat Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat untuk semesta alam.” (Al-Anbiya/21:107)
Salah satu bentuk rahmat Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan kepada seluruh umat adalah Allah menjadikan Beliau shallallahu alaihi wa sallam sebagai nabi yang memiliki sifat lemah lembut. Pada saat Beliau shallallahu alaihi wa sallam diutus, sifat lemah lembut ini sangat jarang dimiliki oleh orang-orang Arab Jahiliyah. Karena orang-orang Arab pada saat itu terkenal dengan sifat keras dan kasar mereka.
Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam memiliki sifat lemah lembut, maka ini akan menjadikan Beliau shallallahu alaihi wa sallam lebih mudah untuk mendakwahi mereka. Dengan demikian, banyak orang yang masuk Islam karena kelemahlembutan Beliau.Para Sahabat sangat dekat dengan Beliau dan sangat mencintai Beliau.
Allah Azza wa Jalla menyebutkan sifat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dalam Alquran:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, (beliau) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah/9:128)
Ini menunjukkan kemuliaan akhlak Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam dihiasi dengan sifat lemah lembut dan sifat penyayang. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya, kelemahlembutan tidaklah berada pada sesuatu kecuali dia akan menghiasinya dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan membuatnya menjadi jelek.” (HR. Muslim).
Jika seseorang memiliki sifat lemah lembut, maka sifat itu akan menghiasinya dan orang-orang di sekitarnya akan senang dan tidak takut dengannya.
Salah satu bentuk kelembutan Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah ketika Beliau selesai dari perang Uhud. Beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak memaki para Sahabat atas kesalahan yang mereka lakukan karena tidak mengikuti perintah Beliau. Padahal dengan jelas, Beliau telah menyuruh para pemanah agar tidak turun dari bukit dalam keadaan apapun, tetapi sebagian besar mereka justru meninggalkannya.Sehingga kaum Muslimin mendapatkan kekalahan pada saat itu. Ini semua berkat rahmat atau kasih sayang yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam, sehingga Beliau shallallahu alaihi wa sallam bisa berlemah lembut terhadap mereka.
Tetapi perlu kita ketahui bahwa sifat lemah lembut yang Beliau miliki, tidak menghalangi Beliau untuk tetap ber-amr bil-ma’ruf wan-nahy ‘anil-munkar, tidak menghalangi Beliau shallallahu alaihi wa sallam untuk memimpin para Sahabat dan tidak menghalangi Beliau untuk tetap bersikap tegas.Dan kita ketahui bahwa untuk memimpin umat dibutuhkan ketegasan. Dan Beliau shallallahu alaihi wa sallam memiliki keduanya.
Seorang pemimpin yang memiliki sifat tegas akan bisa mengatur orang-orang yang dipimpinnya. Jika ketegasan itu dihiasi dengan sifat lemah lembut maka akan membuat mereka menuruti perintahnya dengan senang hati dan bukan terpaksa.
Begitu pula dalam berdakwah, sifat lemah lembut sangat dibutuhkan oleh seorang da’i. Orang-orang yang didakwahi tidak merasa takut dengan seorang da’i yang memiliki sifat lemah lembut. Dengan demikian mereka bisa menerima apa yang disampaikan oleh da’i tersebut dengan ijin Allah Azza wa Jalla.
Firman Allah Azza wa Jalla :
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
Bersikap keras maksudnya bersikap keras di dalam perkataan, sedangkan “berhati keras” maksudnya adalah di dalam perbuatan, sebagaimana dikatakan oleh al-Kalbi.Imam al-Baghawi mengatakan, “Bersikap keras artinya bersikap keras dalam bermuamalah, memiliki akhlak yang buruk dan tidak bisa bersabar.”
Arti “tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” adalah berpisah, menjauh dari sekelilingmu dan meninggalkanmu.
Dengan sifat lemah lembut yang Beliau miliki para Sahabat tidak merasa segan untuk dekat dengan Beliau shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan mereka sangat merindukan Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika mereka berpisah dengan Beliau shallallahu alaihi wa sallam .
Firman Allah:
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
“Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka.”
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Arti dari perkataan Allah ‘maafkanlah mereka’ yaitu wahai Muhammad! Maafkanlah para pengikut dan para Sahabatmu yang beriman kepadamu dan beriman kepada risalah yang engkau bawa dari-Ku.Maafkanlah mereka atas segala yang bersumber dari mereka yang telah menyakitimu atau tidak menyenangkanmu.
Arti ‘mohonkanlah ampun bagi mereka’ maksudnya berdoalah kepada Rabb-mu agar Allah Azza wa Jalla mengampuni mereka yang telah melakukan perbuatan dosa yang sejatinya mereka berhak untuk mendapatkan hukuman atas perbuatan tersebut.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melakukan hal yang luar biasa. Meskipun Beliau shallallahu alaihi wa sallam dizhalimi dengan tidak diberikan hak-haknya, Beliau shallallahu alaihi wa sallam memaafkan orang yang menzhaliminya, bahkan Beliau mendoakan kebaikan untuknya.
Firman Allah Azza wa Jalla:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
Para Ulama berbeda pendapat di dalam menafsirkan potongan ayat ini. Diantara pendapat yang mereka sebutkan adalah sebagai berikut:
– Bermusyawarahlah dengan mereka dalam hal-hal yang tidak ada wahyu dari Allah tentanghal tersebut, misalnya, cara menghadapi musuh dan membuat tipu daya dalam peperangan, sebagaimana dikatakan oleh al-Kalbi.
– Bermusyawarahlah dengan mereka untuk membuat nyaman hati mereka dan menghilangkan kemarahan-kemarahan mereka. Dahulu orang-orang Arab jika tidak diajak bermusyawarah maka itu sangat menyakitkan bagi mereka, sebagaimana dikatakan oleh Muqatil dan Qatadah rahimahullah.
– Bermusyawarahlah dengan mereka, walaupun Allah Azza wa Jalla sudah mengetahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak membutuhkannya. Akan tetapi, hal ini dilakukan agar bisa ditiru oleh orang-orang setelah Beliau shallallahu alaihi wa sallam wafat, sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan rahimahullah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sangat sering mengumpulkan para Sahabatnya untuk bermusyawarah, di antara musyawarah-musyawarah yang pernah Beliau lakukan adalah:
Pertama: Musyawarah untuk menghadapi kaum musyrikin Quraisy, sebelum perang Uhud terjadi. Apakah mereka akan menghadapi orang-orang musyrik di kota Madinah ataukah diluar kota Madinah?
Kedua: Musyawarah untuk menghadapi kaum musyrikin Quraisy dan Ghathfan, sebelum terjadi perang Khandaq. Akhirnya Beliau menerima pendapat Salman al-Farisi Radhiyalahu anhu untuk membuat parit besar, panjang dan dalam, sehingga kaum musyrikin tidak bisa melewati parit tersebut dengan mudah.
Ketiga: Musyawarah ketika berada di al-Hudaibiyah, apakah mereka akan melanjutkan umrah ataukah tidak dan jika dihalangi untuk berumrah apakah yang harus mereka lakukan?
Dan ada musyawarah-musyawarah lain yang Beliau shallallahu alaihi wa sallam lakukan.
Sudah sepantasnya seorang Muslim yang bekerjasama dengan orang lain untuk membiasakan musyawarah dengan mereka. Masing-masing orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan yang tidak dimiliki orang lain.
Dengan musyawarah, maka seseorang bisa berlepas diri dari ketergantungan dan kekaguman pada dirinya sendiri. Dengan meminta pendapat orang lain, setidaknya dia bisa melatih dirinya untuk merendahkan diri di hadapan orang yang beriman, dan menganggap bahwa pendapat orang lain mungkin jauh lebih baik daripada pendapatnya.
Dengan kesamaan niat untuk mendapatkan kebaikan atau menghilangkan keburukan, maka insya Allah musyawarah akan menghasilkan kebenaran atau yang mendekati kebenaran dan diharapkan bisa menghindarkan semua resiko, meskipun yang paling ringan.
Meskipun demikian, musyawarah yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman bukanlah wahyu dari Allah Azza wa Jalla, sehingga sangat mungkin untuk terjatuh kepada kesalahan. Oleh karena itu, meskipun seorang Muslim sudah melakukan musyawarah, maka dia tetap harus bertawakkal kepada Allah Azza waJalla dalam segala kejadian yang akan terjadi di masa yang akan datang dan tidak menggantungkannya terhadap dirinya sendiri.
Firman Allah Azza wa Jalla :
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.”
Maksud membulatkan tekad adalah setelah musyawarah dilakukan, baik hal tersebut sesuai dengan pendapat yang engkau pilih ataupun tidak, kemudian engkau telah membulatkan tekad untuk melaksanakannya, maka bertawakkallah kepada Allah.
Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah hanya kepada Allah bukan bertawakkal kepada musyawarah dengan mereka, yakni laksanakanlah perintah Allah!Yakinlah dengan-Nya dan minta tolonglah kepada-Nya!”
Firman Allah Azza wa Jalla :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Arti tawakkal adalah bersandar kepada Allah dengan menunjukkan kelemahan diri dan kelemahan nama serta menggantungkan diri (kepada-Nya).
Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi t mengatakan, “Tawakkal adalah memulai melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla atau diizinkan untuk melakukan perbuatan tersebut, setelah mengerjakan sebab-sebab yang dibutuhkan untuk itu dan tidak menggantungkan pada diri sendiri atas apa-apa yang akan terjadi setelah itu, tetapi dia menyerahkan hasilnya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakkal.”
Tidaklah dinamakan tawakkal, seorang yang mengaku bergantung kepada Allah Azza wa Jalla namun dia tidak mengerjakan sebab-sebab untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Seseorang yang ingin makan, maka dia harus mencari sebab dengan cara bekerja untuk mendapatkan uang. Tidak cukup dengan itu, dia harus membeli makanan untuk bisa mendapatkan makanan, kemudian dia masukkan makanan tersebut ke dalam mulutnya.
Ada aliran yang mengaku Islam menyatakan bahwa hidup kita ini harus benar-benar bertawakkal kepada Allah, sehingga tidak perlu bekerja, tidak perlu berusaha dan tidak perlu mengerjakan sebab-sebab, semuanya akan datang dari Allah. Mereka hanya memfokuskan pada ibadah dan zikir.Mereka menyatakan bahwa mengambil sebab-sebab tersebut termasuk hal-hal duniawi yang menyibukkan dari akhirat.
Apa yang mereka yakini sangat jelas berbeda dengan apa yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam mengatakan:
وَلَوْأَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ ، لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan benar, maka Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada seekor burung yang pergi di waktu pagi dalam keadaan lapar dan pulang di waktu sore dalam keadaan kenyang.”(HR. at-Turmudzi dan Ibnu Majah).
Dalam hadits ini digambarkan hakikat dari tawakkal yang benar, seekor burung untuk bisa mendapatkan makan, maka dia harus terbang untuk mencari makan dan tidak tinggal diam dalam sarangnya. Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallamjuga memberitahukan agar seseorang tidak perlu khawatir dengan rezeki yang Allah Azza wa Jalla berikan kepadanya, akan tetapi untuk mendapatkan rezeki tersebut ia harus berusaha.
Jika seseorang bertawakkal kepada Allah, maka seluruh apa yang dia dapatkan setelah dia bekerja, banyak maupun sedikit, dia tidak akan mengeluhkannya, karena dia telah menyerahkan seluruhnya hanya kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengerjakan sebab, adapun hasilnya itu terserah Allah Azza wa Jalla.
أَقُوْلْ هَذَا الْقَوْلَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
KHUTBAH JUM’AT
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
Ibadallah,
Dari tafisr ayat yang khotib sampaikan pada khotbah pertama, dapat kita petik pelajaran:
Pertama: Akhlak mulia dan kelemahlembutan sangat dibutuhkan oleh setiap Muslim terutama dalam berdakwah agar manusia lebih tertarik untuk masuk dan mengikuti agama Islam.
Kedua: Akhlak yang buruk dan perbuatan yang kasar akan membuat umat menjauhi si pelaku.
Ketiga: Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah mempraktikkan sifat mulia ketika Beliau tidak diberikan hak-haknya oleh sebagian Sahabat, yaitu dengan memaafkan mereka, bahkan beliau juga memohonkan ampun kepada Allah Azza wa Jalla.
Keempat: Syariat Islam mengajarkan kita untuk selalu bermusyawarah untuk kemaslahatan bersama, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Kelima: Setelah seseorang berusaha dan mencari sebab-sebab untuk mendapatkan yang dia inginkan, maka dia harus bertawakkal hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Demikianlah khotbah yang singkat ini dan mudahan bermanfaat. Mudah-mudahan Allah memberikan akhlak yang mulia kepada kita, sehingga kita bisa berlemah lembut kepada orang lain dan bisa mengikuti jejak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا –رَعَاكُمُ اللهُ –عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وقال صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ وَأَعِنْهُ عَلَى طَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَ الإِكْرَامِ. اَللَّهُمَّ وَفِّق جَمِيْعَ وُلَاةِ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِكُلِّ قَوْلٍ سَدِيْدٍ وَعَمَلٍ رَشِيْدٍ.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا كُنَّا.
اَللَّهُمَّ وَأَصْلِحْ لَنَا شَأْنَنَا كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَيْنٍ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنثوْبَنَا وَاجْعَلْ عَمَلَنَا فِي رِضَاكَ، وَوَفِّقْنَا لِطَاعَتِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتَ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bila Bencana Melanda.
KHUTBAH JUM’AT
KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102] .
{ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا } [النساء: 1] .
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Marilah senantiasa berupaya meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT.Terlebih, setelah satu bulan yang lalu kita ditarbiyah Allah SWT dalam bulan-Nya yang mulia; Ramadhan Al-Mubarak.Kita kita berada di tengah-tengah bulan Syawal.Syawal yang berarti peningkatan, sudah selayaknya kita lalui dengan meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT. Dengan taqwa inilah kita akan mendapatkan kemudahan dari Allah SWT dalam urusan-urusan kita; urusan duniawi maupun urusan ukhrawi di hari kiamat nanti.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا [الطلاق/4]
Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusan-Nya. (QS. Ath-Thalaq : 4)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pasca aktifitas silaturahim kita dalam momen Idul Fitri Syawal 1430 H ini, tiba-tiba kita dikejutkan dengan terjadinya gempa yang menimpa saudara-saudara kita di Sumatra Barat, khususnya Padang. Maka musibah ini seketika menimbulkan duka di hati kita. Meskipun –mungkin- tidak ada keluarga dan kerabat dekat kita yang menjadi korban di sana, namun ukhuwah Islamiyah telah melebihi ikatan darah. Sehingga saat saudara-saudara kita dilanda gempa, kita pun merasakan goncangannya dalam jiwa kita.Rasa sedih itupun ikut datang dan mewarnai perasaan kita.Dan memang begitulah seharusnya.Saat sebagian orang beriman ditimpa bencana, orang beriman lainnya turut merasakannya. Seperti sabda Rasulullah SAW :
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta, belas kasih, dan rasa simpati ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh tidak bisa tidur (akan merasakan sakit) dan demam. (Muttafaq ‘alaih)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Azza wa Jalla,
Entah kali keberapa bencana ini menimpa negeri kita, Indonesia. Bencana demi bencana seakan susul menyusul tiada henti, datang silih berganti.
Lalu bagaimana kita menyikapi bencana? Seperti apa Islam mengajarkan kita bila bencana melanda?
Pertama, menyadari segalanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Inilah paradigma dasar yang akan mengantarkan seseorang menuju sabar. Dan dari kesabaran yang ia mampu hadirkan saat menghadapi bencana, seorang muslim akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Allah SWT.
Kesadaran ini adanya memang dalam hati.Paradigma ini adanya memang di dalam jiwa manusia yang tidak bisa diketahui secara sempurna oleh sesamanya.Namun, secara reflek reaksi seseorang saat mendapati bencana mencerminkan kesadaran dan paradigma ini. Karenanya saat seorang muslim ditimpa bencana dan langsung keluar ucapan seketika dari lisannya “inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’un”, insya Allah ia termasuk orang-orang yang sabar.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) [البقرة/155، 156]
Dan, sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un” (sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya). (QS. Al-Baqarah : 155-156)
Dalam Fi Dhilalil Qur’an kita mendapati penjelasan yang bagus dari Sayyid Quthb tentang kesadaran yang harus kita miliki. Bahwa “Kita adalah milik Allah.Kita semua dan segala sesuatu yang ada pada kita.Eksistensi kita dan zat kita adalah kepunyaan Allah.Dan, kepada-Nyalah kita kembali dan menghadap dalam setiap perkara.Maka, kita harus pasrah dan menyerah secara mutlak.Menyerah sebagai perlindungan terakhir yang bersumber dari pertemuan vis a vis dengan satu hakikat dan pandangan yang benar.”
Kedua, sabar menghadapinya.
Sabar adalah suatu pekerjaan yang sangat berat dilakukan.Namun yang paling berat adalah sabar pada benturan pertama.Tetapi, justru inilah hakikat sabar saat menghadapi musibah.
Saat seseorang hidup dengan beragam kenikmatan, tiba-tiba kenikmatan itu dicabut seketika oleh Allah SWT, banyak orang yang shock, terguncang, panik, lalu secara spontan keluarlah tangisan, jeritan, bahkan cercaan dari lisannya sendiri yang menggambarkan betapa ia tidak siap dengan musibah itu. Saat seseorang biasa dengan kehidupan sebagai orang kaya, lalu tiba-tiba jatuh miskin, saat-saat itulah yang paling berat baginya.Saat seseorang memiliki rumah, kendaraan, dan berbagai harta yang disukai dan dibanggakannya, lalu tiba-tiba gempa menghancurkan segalanya, itulah saat-saat paling berat baginya. Tapi, di situlah letak kesabaran akan nyata. Apakah ia memilikinya atau tidak.
Persis seperti hadits yang diriwayatkan Anas.Bahwa ada perempuan menangis di pemakaman. Nabi SAW berkata kepada wanita itu “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah.” Wanita itu menjawab, “Pergilah, kamu tidak pernah ditimpa musibah seperti yang menimpaku.”Wanita itu belum mengenal Nabi SAW. Ketika diberitahu bh beliau adalah Nabi SAW, wanita itu mendatangi beliau. Wanita itu berkata, “Aku belum mengenal engkau.” Nabi SAW bersabda:
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“Sabar itu pada benturan pertama.” (HR. Bukhari)
Bagi orang yang sabar-lah Allah menjanjikan keberkahan dan rahmat sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah : 157.
Bagi mereka yang kehilangan keluarganya dalam musibah seperti gempa ini dan bersabar, baginya surga sebagai balasannya.
مَا لِعَبْدِى الْمُؤْمِنِ عِنْدِى جَزَاءٌ ، إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ، ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Jika seorang hamba ditinggal mati orang yang paling dicintainya, lalu ia bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah, maka tidak ada pahala baginya, kecuali surga. (HR. Bukhari)
Bahkan, musibah dalam skala kecil saja akan menjadi penebus dosa baginya, jika ia bersabar dalam menghadapinya.
مَا لِعَبْدِى الْمُؤْمِنِ عِنْدِى جَزَاءٌ ، إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ، ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Segala sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik berupa rasa letih, sakit, gelisah, sedih, gangguan, gundah gulana, maupun duri yang mengenainya (adalah ujian baginya). Dengan ujian itu Allah mengampuni dosa-dosanya. (Muttafaq ‘alaih)
Ketiga, melakukan introspeksi
Bencana yang menimpa seorang muslim bisa jadi adalah ujian, bisa jadi juga teguran atas kesalahan yang diperbuatnya.
Jika bencana itu merupakan ujian maka beruntunglah ia dan masyarakat itu. Sebab semakin besar ujian, semakin besar pahalanya.Maka, sabar dan ridha pada ujian itu adalah pilihan terbaik.
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
Sesungguhnya besarnya pahala diukur dengan besarnya ujian, dan bila Allah suka kepada kaum, maka mereka diuji. Jika mereka ridha maka Allah ridha dan bila dia marah, Allah pun marah kepadanya. (HR. Tirmidzi)
Bencana bisa juga merupakan teguran atas kesalahan manusia.Bahkan, Nabi Yunus saja pernah ditegur Allah SWT atas kesalahannya dan beliau pun mendapatkan bencana berupa ditelan ikan hiu saat naik kapal dan kapalnya nyaris tenggelam.Tetapi Nabi Yunus segera sadar dan bertaubat kepada Allah. Maka, beliaupun menjadi Nabi terpilih yang dibanggakan Allah dalam surat Al-Qalam.
Mungkin gempa yang menimpa kita hari-hari ini juga akibat kesalahan dan dosa-dosa kita.Maka, jalan terbaiknya adalah mengevaluasi diri dan masyarakat kita, khususnya para pemimpin harus melakukan evaluasi ini.Setelah menyadari kesalahan dan dosa kita, segeralah bertaubat, memohon ampun kepada Allah dan melakukan perbaikan secepatnya.
Tidak hanya hablumminallah dan hablumminannas yang kita evaluasi, tetapi hablumminal alam juga perlu kita tengok kembali.Bagaimana kita berinteraksi dengan alam ciptaan Allah ini.Apakah selama ini kita mengeksploitasi tanpa berupaya melestarikan alam secara baik.Barangkali penggundulan hutan yang telah kita lakukan. Dan sebaliknya kita tidak pernah serius dalam melakukan reboisasi dan lain sebagainya. Begitupun dengan kualitas bangunan yang harus ditingkatkan sehingga lebih tahan terhadap gempa.
Keempat, bangkit kembali dari keterpurukan dan mengambil hikmahnya
Saat bencana terlewati, di samping taubat yang kita lakukan, kitapun perlu segera bangkit dan menatap masa depan. Bangkit kembali mental perjuangan kita.Bangkit pula kita dan masyarakat secara fisik dan materi.Rekonstruksi harus segera dilakukan dan pemerintah bertanggungjawab atas hal ini.
Perlu juga disadari bahwa setiap bencana membawa hikmah yang setara atau lebih besar dari bencana itu.Betapa banyaknya orang-orang yang kemudian bertaubat dan istiqamah dalam taubatnya pasca bencana. Betapa banyaknya orang-orang yang kemudian sukses pasca bencana karena ia mampu melihat “celah sejarah” dan memanfaatkan momentum yang tepat. Betapa banyak negeri yang berjaya justru setelah bencana datang menimpanya.
KHUTBAH JUM’AT
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102]
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Sebelum kita memanjatkan doa di akhir khutbah jum’at ini, marilah kita renungka firman Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ [الأعراف/96]
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A’raf : 96)
Marilah kita kembali kepada Allah dengan beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Marilah kita ajak keluarga kita untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.Marilah kita ajak tetangga dan masyarakat kita untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.Marilah kita bersama-sama mengupayakan negeri tercinta ini menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Setelah itu, kitalah atau anak keturunan kita yang akan menjadi saksi atas janji Allah; melimpahnya berkah dari langit dan bumi.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Hati-Hati dengan Waktu
إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Islam adalah agama kerja, artinya, sebuah din yang meletakkan kerja sebagai suatu amal yang harus dilakukan oleh seorang yang islam dan beriman. Dalam al-Qur’an kata-kata ‘aml disebut berulang-ulang, belum lagi dengan pengungkapan lewat kiasan.
Terkadang banyak orang secara sepihak menyimpulkan bahwa Islam tidak bersikap progresif terhadap budaya kerja.Hal itu disebabkan karena didalam Islam ada takdir dan itu wajib diimani.Takdir inilah yang sering difahami secara negatif, karena adanya pemahaman bahwa dalam Islam kerja tidaklah penting, karena kondisi ekonomi, kaya dan miskinnya telah ditentukan oleh Allah. Inilah bias dari teologi jabbariyah yang menganggap bahwa manusia tidak punya faktor/ upaya penentu.[1]
Allah menciptakan manusia supaya bekerja dan berusaha menghasilkan sesuatu yang diperlukan bagi kehidupannya, darimana saja yang ada di segenap penjuru dunia, agar ia dapat memperoleh manfaat baginya serta seluruh umat di muka bumi ini. Orang-orang saleh terdahulu dapat mencapai kejayaan yang tinggi serta keluhuran dan keagungan yang belum pernah dicapai oleh generasi sekarang, disebabkan karena ketekunan dan kegigihan mereka.Sementara generasi kita sekarang prestasinya tidak pernah menanjak, masih terlalu jauh dari cita-cita yang dikehendaki. Semua itu tiada lain karena generasi kita malas dan bosan untuk bekerja dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, juga rasa pesimis untuk meraih berbagai prestasi.[2]
Ada beberapa hal yang sering manusia lupakan, diantaranya pertanyaan: Kenapa manusia diciptakan? Apa kepentingan dan tugas mereka dalam kehidupan ini? Sering sekali manusia melupakan pertanyaan-pertanyaan ini sehingga mereka hidup dalam penuh kelalaian, hidup hanya dipergunakan untuk bersenang-senang, makan, minum, dan kesenangan-kesenangan lain yang bersifat dunia. Mereka sama sekali tidak memikirkan tentang proses kejadian dirinya yang hina, sehingga ketika ajal menjemputnya penyesalanlah yang menghinggapinya dimana saat itu penyesalan sudah tidak berarti lagi. Nah, dari sinilah perlunya iman yang kuat dalam diri kita supaya kita dapat berhati-hati dengan waktu, pandai-pandailah memanfaatkannya! Ingatlah! Hari-hari kita jangan lewati begitu saja, sesaat demi sesaat, semua berlalu begitu cepatnya.Begitulah.Diri kita berpindah dari pagi ke petang, dan dari petang hingga pagi kembali.Apakah kita pernah bermuhasabah (introspeksi) terhadap diri kita sendiri pada suatu hari? Sehingga kita bisa melihat lembaran-lembaran hari-hari kita, dengan amal apa kita membukanya dan dengan amal apa pula kita menutupnya?
عن ابن عباس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إغتنم خمسا قبل خمس: شبابك قبل هرمك ، وصحّتك قبل سقامك، وغناك قبل فقرك، وفراغك قبل شغلك، ، وحياتك قبل موتك.
Artinya: “Dari Ibn Abbas ra. Berkata: Rasulullah SAW bersabda: Manfaatkanlah lima kesempatan sebelum datang lima kesempatan yang lain: jagalah mudamu sebelum tuamu, jagalah sehatmu sebelum sakitmu, jagalah kayamu sebelum miskinmu, jagalah sempatmu sebelum sempitmu, dan jagalah hidupmu sebelum matimu. (HR. Hakim. Sanadnya shahih dari Ibnu Abbas)[3].
“Time is money”,“al-waktu ka al-saif”. Waktu adalah uang, waktu adalah pedang, waktu adalah perjalanan yang tidak akan pernah kembali, itulah ungkapan yang sering kita dengar untuk menghargai waktu. Waktu adalah kehidupan.Tidak ada yang lebih berharga dalam kehidupan ini setelah iman selain “waktu”. Waktu adalah benda yang paling berharga dalam kehidupan seorang muslim. Ia tidak dapat ditukar oleh apapun. Ia juga tidak dapat kembali jika sudah pergi. Sungguh sangat merugi orang yang menyia-nyiakan waktunya. Firman Allah: Artinya: 1. Demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.(al-‘Ashr: 1-3).
Dalam sebuah sya’ir dikatakan:
ألا ليت شباب يعود يوما فأخبره بما فعل المصيب[4]
Dalam Islam, waktu bukan hanya sekadar lebih berharga dari pada emas. Atau seperti pepatah Inggris yang menyatakan time is money. Lebih dari itu, waktu dalam Islam adalah "kehidupan", al-waqtu huwa al-hayah, demikian kata as-Syahid Hasan Al-Banna[5]. Oleh karena itu, Rasulullah saw memerintahkan umatnya agar memanfaatkan waktu yang tersisa dengan lima hal. Sungguh telah merugi orang-orang yang tidak bisa memanfaatkannya.
Pertama, masa muda.Masa muda adalah masa keemasan seorang manusia.Ia merupakan masa ideal untuk melakukan apa saja: mengukir prestasi dan menggapai cita-cita. Bahkan, masa muda adalah masa yang harus "dipertanggungjawabkan" di hadapan Allah. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw: "Tidak akan tergelincir dua kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan dan tentang ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut" (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).
Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT
Dalam Islam, masa muda adalah bagian dari "umur".Ia dianggap sebagai masa yang dinamis, energik, cekatan dan kuat, karena ia merupakan "kekuatan" di antara dua kelemahan: kelemahan anak-anak dan kelemahan masa tua. Hal ini dijelaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya: Artinya: "Allah, Dia-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban..." (Qs. Ar-Rum [30]: 54).
Oleh karenanya, Islam memiliki perhatian khusus kepada para pemuda."Suatu ketika, khalifah Umar radhiyallahu 'anhu duduk dengan para sahabatnya.Ia berkata kepada mereka: "Berangan-anganlah kalian!" Salah seorang dari mereka berkata: "Aku berangan-angan, seandainya rumah ini dipenuhi oleh emas untuk aku infakkan di jalan Allah." Umar lalu berkata: "Berangan-anganlah (lagi) kalian!" Salah seorang lagi berkata: "Aku berangan-angan sekiranya rumah ini dipenuhi dengan permata agar aku infakkan di jalan Allah dan bersedekah dengannya." Lalu Umar berkata lagi: "Berangan-anganlah (lagi) kalian!" Mereka lalu berkata: "Kami tidak tahu lagi apa yang harus kami katakan wahai Amirul mukminin?" Umar berkata: "Aku justru berangan-angan agar ada orang-orang seperti Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah, Mu'adz ibn Jabal dan Salim budak Abu Hudzaifah, agar aku dapat meninggikan "kalimat Allah" dengan bantuan mereka."
Bukankah Mu'adz ibn Jabal seorang faqih yang diutus oleh Rasul ke Yaman?Ketika itu usianya masih muda. Begitu juga dengan Salim: ia termasuk salah seorang perawi hadits. Usianya juga masih muda. Dalam sejarah Islam juga dikenal Muhammad Al-Fatih, pembebas kota Konstantinopel. Saat itu usianya tidak lebih dari 22 tahun. Usamah ibn Zaid pergi ke medan perang ketika usianya masih 15 tahun. Padahal ketika usinya 14 tahun semangat jihadnya sudah berapi-api: ia ingin cepat berada di shaf para mujahid Allah. Namun Nabi saw melarangnya, karena masih teramat muda. Ia juga pernah menjadi pemimpin pasukan Rasul, padahal saat itu para sahabat senior seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq ada. Namun Rasul saw mempercayakan kepadanya.[6]
Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT
Adalah hal yang ironis jika masa muda dihabiskan untuk "berfoya-foya". Apalagi dihabiskan untuk melakukan hal-hal yang tidak produktif. Dan, na'udzubillah, jika sampai melakukan tindak kriminal yang tidak diridhai oleh Allah, seperti mengkonsumsi NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif) dan hobi "mencekek leher botol" alias mabuk-mabukan. Ini sama artinya menghancurkan umat. Tidak dapat dibayangkan jika para pemuda justru tidak produktif.Apa yang akan dipersembahkan untuk Islam?
Kedua, masa sehat. Pepatah Arab menyatakan:
الصحة تاجن على رؤوس الأصِح لا ير يها إلا المرضى
Artinya: “Kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang yang sehat dan tidak ada yang dapat melihatnya kecuali orang yang sakit”
Itulah kesehatan. Manusia terkadang lupa akan arti dan makna kesehatan, kecuali setelah kesehatan itu hilang darinya. Ketika "sakit" datang menggantikannya, barulah ia sadar bahwa kesehatan itu mahal. Masa sehat sebaiknya digunakan untuk beramal saleh: membantu orang tua, menuntut ilmu, mengamalkan ilmu. Kalau masa sakit sudah tiba, tidak akan pernah sempurna melakukan apapun: ibadah terganggu, pekerjaan terbengkalai, semangat menurun, dan sebagainya. Maka manfaatkanlah ‘masa sehat’ dengan sebaik-baiknya.
Ketiga, masa kaya.Kekayaan adalah "titipan Allah". Maka, ia tidak layak untuk disombongkan dan dibanggakan. Selagi masih ada waktu dan kesempatan, pergunakanlah kekayaan itu untuk berbakti kepada Allah.Karena, jika sudah jatuh miskin, kesempatan untuk beramal saleh pun sirna.Maka, segeralah nafkahkan harta yang ada, sebelum semuanya sia-sia.Utsman ibn Affan adalah contoh ideal dalam berinfak.Ia membeli sumur Maimunah untuk kepentingan kaum Muslimin. Begitu juga dengan Abdurrahman ibn 'Auf.Ia adalah contoh konglomerat yang dermawan: orang kaya tapi takut harta. Lain lagi dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq: ia meninggalkan "seonggok batu" untuk keluarganya. Ia menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk keluarganya. Beliau bahkan berlomba dengan Umar ibn Khaththab. Akhirnya ia menang, karena Umar ibn Khaththab menafkahkan setengah dari hartanya, sedangkan ia menafkahkan seluruh hartanya di jalan Allah.
Keempat, masa luang.Waktu luang adalah kesempatan emas untuk mengin-ventarisir kebajikan. Waktu luang ini akan sia-sia jika tidak dikontrol. Ia akan terbuang begitu saja jika tidak langsung dimanfaatkan. Oleh sebab itu makanya Nabi saw mengingatkan: "Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang (kekosongan)" (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas). Waktu luang adalah "kekosongan": kosong dari kegiatan yang positif. Jangan biarkan waktu itu kosong melompong dan berlalu tanpa makna. Bukankah waktu luang bias diisi dengan membaca Alquran, shalat Dhuha, shalat Witir, shalat Tahajjud, dan sebagainya. Janganlah waktu luang itu dikhianati dengan "senda gurau" yang tak bermakna. Karena jumlah waktu itu sama di mana saja, 24 jam. Waktu 24 jam ini seharusnya bisa dibagi, idealnya dibagi tiga, yaitu: sebagian untuk kesehatan (istirahat, olah-raga, bercanda seperlunya), sebagian lagi untuk jasmani (makan dan minum) dan sepertiga terakhir untuk Allah. Imam Ibnu Jarir al-Thabari menurut al-Khathib al-Baghadadi dari al-Samsiy, setiap harinya mampu menulis sekitar empat puluh lembar.
Jangan berleha-leha dalam memburu kebaikan. Imporlah segala jenis kebaikan, lalu eksporlah ia ke akhirat sana. Al-Tu'adatu fi kulli syain khairun illa fi a'mal al-akhirah (Berlaku santai dalam setiap sesuatu itu baik, kecuali dalam amal akhirat), kata Umar ibn Khaththab.
Imam Nawawi ra memberikan nasehat yang sangat berharga: "Hendaklah bagi seorang penuntut ilmu untuk mengumpulkan ilmu di waktu luang dan semangat yang menggebu-gebu, masa muda dan ketika tubuh masih kuat, ketika keinginan masih menggunung dan kesibukan masih sedikit sebelum tiba hal-hal yang tanpa makna".
Kelima, hidup.Kesempatan hidup hanya sekali.Umur begitu singkat.Kita mengira umur itu begitu panjang. Padahal ia hanya terdiri dari tiga helaan nafas: nafas yang lalu, yang sudah kita hempaskan; nafas yang sedang kita hirup dan akan kita hembuskan; dan terakhir nafas yang akan datang.[7] Kita tidak tahu apakah nafas yang akan datang itu nafas kita yang terakhir atau tidak. Nafas-nafas itu begitu cepat berlalu.Maka sangat merugi kalau nafas-nafas itu kita biarkan terhambur tanpa arti. Padahal dalam satu menit kita bisa membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlas. Kita juga bisa berdzikir: mengucapkan subhanallah, Al-hamdulillah dan Allahu Akbar, dan sebagainya. Kita hidup di dunia laksana seorang musafir.Tidak ada yang berharga bagi seorang musafir selain "bekal". Maka sejatinya, dunia ini adalah "pohon yang rindang", tempat berteduh sang musafir. Jika ia tertipu dengan indahnya pohon tempatnya berteduh, ia tidak akan sampai pada tujuan. Mau tidak mau, kita semua akan menuju kepada pintu kematian. Maka, sebelum pergi ke sana, kita berusaha untuk memanfaatkan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Nilai seorang Muslim bukan dinilai dari panjang pendeknya umur yang diberikan oleh Allah. Tapi akan dinilai dari apa yang diperbuatnya untuk Allah, untuk Islam. Umur yang panjang bukan jaminan kebaikan.Bisa jadi umur yang panjang malah semakin membuka pintu-pintu maksiat. Bisa jadi umur yang singkat, jika di-manage dengan baik, malah menjadi sangat bermanfaat.
خير الناس من طال عمره وحسن عمله، وشر الناس من طال عمره وساء عمله
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang usianya dan baik amalnya. Dan sejelek-jelek manusia adalah yang umurnya panjang namun jelek amalnya”.(HR. Ahmad dan al-Turmudzi dari Abu Bakrah).
Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT
Kematian adalah suatu peristiwa yang mesti terjadi pada semua makhluk hidup sebagai tanda habisnya masa kontrak di dunia. Firman Allah surat al-Imran ayat 185.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
Artinya: “ setiap makhluk (berjiwa) pasti mengalami mati).”
Dunia ini adalah tempat berbuat dan berbuat, tempat untuk berusaha dan bekerja, tempat untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.Tempat untuk mencari bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Firman Allah: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Hadirin sidang Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah SWT
Pertanyaan Sepanjang Masa
Supaya manusia termotivasi untuk bisa memanfaatkan waktunya dengan sebaiknya, ada tiga pertanyaan mendasar mengenai keberadaan dan tujuan manusia di dunia ini dan pertanyaan itu berlaku sepanjang masa. Tiga pertanyaan tersebut akan membekas dalam hati manusia jika ia menjawabnya dengan penuh perenungan.
Pertanyaan pertama, darimana aku?Adapun untuk pertanyaan ini adalah merupakan simpul akidah, yang menurut kaum materialis mereka tidak mempercayainya, kecuali kalau disana terdapat inderia. Mereka menganggap bahwa dunia dan isinya ini muncul dengan sendirinya.[8] Sedangkan bagi orang yang beriman, pertanyaan ini akan memberi atsar yang kuat baginya. Pertanyaan ini akan mengingatkan dia bahwa dia hanyalah makhluk yang tidak sempurna, makhluk yang hina yang tidak pantas untuk menyombongkan diri, makhluk yang tidak mampu apa-apa kecuali Allahlah yang menghendakinya.
Pertanyaan kedua, untuk apa aku diciptakan? Mengenai pertanyaan kedua ini merupakan pertanyaan yang wajib dijawab oleh setiap orang setelah mengetahui bahwa ia didunia ini hanyalah makhluk bagi Allah dan makhluk yang dipelihara oleh Allah Sang Pemelihara alam ini. Yaitu melalui penjabaran: untuk apa manusia diciptakan? Kenapa manusia diberi keistimewaan yang lebih dibanding makhluk yang lain? Dan apa kepentingan mereka diatas bumi ini?[9] Perlu diketahui, bahwa manusia diciptakan di dunia ini dengan berbagai kelebihannya, bukan hanya sekedar untuk memenuhi hawa nafsu belaka tapi Allah jadikan manusia dimuka bumi ini adalah sebagai khalifah, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Hal pertama yang harus diketahui manusia sebagai khalifah dimuka bumi adalah mengenal Allah dengan benar dan menyembah-Nya dengan sebenar-benar penyembahan.Karena manusia diciptakan dimuka bumi sebagai khalifah adalah untuk beribadah hanya kepada Allah. Firman Allah:
Artinya: 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. 57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. 58.Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.(Q.S. adz-Dzariyat 56-58)
Pertanyaan ketiga, kemanakah tujuanku? Pertanyaan ketiga ini bagi kaum materialis, mereka memberikan suatu jawaban, tetapi hal itu justru menurunkan martabat kemuliaan manusia menempati kedudukan binatang. Mengenai tempat kembali manusia setelah menjalani kehidupan bermasyarakat, dengan sederhana sekali mereka mengatakan: secara mutlak mereka akan hancur dan binasa, mereka dilipat oleh bumi sebagaimana penguburan bermilyar binatang dan makhluk lainnya di dalam perut bumi. Jasad ini akan kembali ke unsur-unsur penciptaannya yang pertama. Jadi mereka akan kembali menjadi debu yang diterbangkan oleh angin. Begitulah cerita kehidupan manusia menurut mereka. Tiada keabadian dan pembalasan, tiada perbedaan antara yang berbuat baik dan yang berlaku jahat[10]. Berbeda dengan orang mukmin, tentu mereka sudah mengerti kemana tujuan mereka pergi.Mereka menyadari bahwa dunia ini hanya sesaat.
Dari tiga pertanyaan diatas, jika seseorang bisa merenungkannya dengan penuh penghayatan, maka ia akan menjadi seorang yang rajin dan bisa memanfaatkan waktunya dengan baik, sehingga tidak akan timbul penyesalan dikemudian hari.
Anjuran Islam untuk Bekerja Allah telah menanggung rizki makhluk-Nya.
Artinya: “ dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rizkinya, Dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya, semua tertulis dalam kitab yang nyata.” (Q.S. Huud:6)
Akan tetapi, Allah tidak akan mengubah suatu kaum jikalau kaum itu sendiri tidak mau mengubahnya. Frman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga kaum itu mengubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung baginya. (Q.S. ar-Ra’d: 11).
Dari pernyataan itulah, secara implisit Allah menyatakan bahwa setiap manusia harus mencari rizkinya dengan jalan bekerja dan beraktivitas.Islam memberikan apresiasi bagi umatnya yang gigih bekerja. Apresiasi itu ditunjukkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut[11]:
a. Perintah untuk giat bekerja setelah selesai ibadah. Firman Allah:
Artinya: “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.”(Q.S. al-Jumu’ah: 10).
Perintah Allah itu memberikan dua pelajaran penting, diantaranya:
Pertama: setiap selesai ibadah haruslah bekerja untuk mencari apa yang dianugerahkan Allah. Ibadah saja tidak cukup, berdoa meminta rizki tapi tidak berusaha dan bekerja untuk mencarinya adalah suatu sikap yang tidak ada tuntunannnya. Kedua: dalam bekerja haruslah didasari dengan ibadah dan ingat kepada Allah, sehingga banyaknya rizki dan kesibukan tidak menggoyahkan keimanan seseorang dan menjadi seorang yang materialistis.
b. Perintah untuk selalu beraktifitas dan dilarang menganggur. Firman Allah: Artinya: “ Maka apabila kamu telah selesai melakukan (suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”(Q.S. al-Insyrah: 6-7)
Dalam ayat lain Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyuruh kaumnya beraktivitas (bekerja) sesuai dengan keadaannya masing-masing. Firman Allah surat az-Zumar ayat 39: Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, akupun berbuat (demikian).Kelak kamu akan mengetahui.”
c. Larangan meminta-minta, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa “tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah”.Lebih baik bekerja meskipun pekerjaan itu dipandang oleh orang sebagai pekerjaan kasar dibanding harus meminta-minta dari rumah ke rumah atau di pinggir jalan.
d. Dalam berusaha seorang muslim tidak boleh berputus asa.
Dari uraian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam konsep Islam, bekerja merupakan suatu aktivitas yang bukan hanya bersifat duniawi saja, melainkan juga ukhrawi.Artinya, bahwa Islam melibatkan aspek transendental dalam beribadah, sehingga bekerja tidak hanya bisa dilihat sebagai gejala prilaku ekonomi, tetapi juga prilaku ibadah.Keduanya dilakukan sekaligus dalam satu waktu.Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.Maka manfaatkanlah waktu yang ada, supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari.
Penutup Doa Kutbah Kedua tentang Hati-Hati dengan Waktu
اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Pada Khutbah kedua ini, marilah kita menundukkan kepala untuk seganap berdoa kepada sang Pemberi segala hal, Yang menyediakan waktu untuk manusia, yang memberikan kesemptan kepada kita untuk selalu memperbaiki diri, memperbanyak amal hingga memberi kita rezeki yang melimpah..
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami) sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.Dan terimalah taubat kami.Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah : 128)
رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ ٱلْمَصِيرُ ﴿الممتحنة
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَٱغْفِرْ لَنَا رَبَّنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
”Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.Ya Tuhan kami janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir.Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah :4-5)
ٱللَّهُمَّ رَبَّنَآ أَنزِلْ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِّنَ ٱلسَّمَآءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِّأَوَّلِنَا وَءَاخِرِنَا وَءَايَةً مِّنكَ ۖ وَٱرْزُقْنَا وَأَنتَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ
”Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu kehidupan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rezeki kami dan Engkaulah Pemberi rezeki yang paling utama.” (QS. AL-Maaidah :114)
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
”Ya Tuhan kami, kami telah dzalimkan diri kami sendiri, Jika Engkau tidak mengampuni kami dan Engkau rahmatkan kami, tentulah kami menjadi orang yang rugi.” (Al A'raf :
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar