Minggu, 10 November 2019

BANDARA INTERNASIONAL JUANDA T3

BANDARA INTERNASIONAL JUANDA




MOH. SYARIL IMAM

BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA (SURABAYA)


a. sejarah


Bandar Udara Internasional Juanda (BUIJ) (bahasa InggrisJuanda International Airport) (IATA: SUB, ICAO: WARR), adalah bandar udara internasional yang terletak di Kecamatan SedatiKabupaten Sidoarjo, 20 km sebelah selatan Surabaya. Bandara Internasional Juanda dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I. Namanya diambil dari Ir. Djuanda Kartawidjaja, Wakil Perdana Menteri (Waperdam) terakhir Indonesia yang telah menyarankan pembangunan bandara ini. Bandara Internasional Juanda adalah bandara tersibuk kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta berdasarkan pergerakan pesawat dan penumpang. Bandara ini melayani rute penerbangan dari dan tujuan Surabaya dan wilayah Gerbangkertosusila.
Bandara ini memiliki panjang landasan 3000 meter dengan luas terminal sebesar 51.500 m², atau sekitar dua kali lipat dibanding terminal lama yang hanya 28.088 m². Bandara baru ini juga dilengkapi dengan fasilitas lahan parkir seluas 28.900 m² yang mampu menampung lebih dari 3.000 kendaraan. Bandara ini diperkirakan mampu menampung 13 juta hingga 16 juta penumpang per tahun dan 120.000 ton kargo/tahun.
Rencana untuk membangun satu pangkalan udara baru yang bertaraf internasional sebenarnya sudah digagas sejak berdirinya Biro Penerbangan Angkatan Laut RI pada tahun 1956. Namun demikian, pada akhirnya agenda politik pula yang menjadi faktor penentu realisasi program tersebut. Salah satu agenda politik itu adalah perjuangan pembebasan Irian Barat. Berangkat dari tujuan membantu operasi TNI dalam pembebasan Irian Barat, pemerintah menyetujui pembangunan pangkalan udara baru di sekitar Surabaya. Saat itu terdapat beberapa pilihan lokasi, antara lain: GresikBangil (Pasuruan) dan Sedati (Sidoarjo). Setelah dilakukan survei, akhirnya pilihan jatuh pada Kecamatan Sedati, Sidoarjo. Tempat ini dipilih karena selain dekat dengan Surabaya, areal tersebut memiliki tanah yang sangat luas dan datar, sehingga sangat memungkinkan untuk dibangun pangkalan udara yang besar dan dapat diperluas lagi di kemudian hari.
Proyek pembangunan yang berikutnya disebut sebagai “Proyek Waru” tersebut merupakan proyek pembangunan lapangan terbang pertama sejak Indonesia merdeka. Proyek ini bertujuan menggantikan pangkalan udara yang tersedia di Surabaya adalah landasan udara peninggalan Belanda di Morokrembangan dekat Pelabuhan Tanjung Perak, yang sudah berada di tengah permukiman yang padat dan sulit dikembangkan. Pelaksanaan proyek Waru, melibatkan tiga pihak utama, yaitu: Tim Pengawas Proyek Waru (TPPW) sebagai wakil pemerintah Indonesia, Compagnie d’Ingenieurs et Techniciens (CITE) sebagai konsultan, dan Societe de Construction des Batinolles (Batignolles) sebagai kontraktor. Kedua perusahaan asing terakhir, merupakan perusahaan asal Perancis. Dalam kontrak yang melibatkan tiga pihak tersebut, ditentukan bahwa proyek harus selesai dalam waktu empat tahun (1960-1964).
Untuk membangun pangkalan udara dengan landasan pacu yang besar (panjang 3000 meter dan lebar 45 meter) ini membutuhkan pembebasan lahan yang luas keseluruhannya mencapai sekitar 2400 hektar. Lahan tersebut tidak hanya berbentuk tanah, tetapi juga sawah dan rawa. Selain itu juga dibutuhkan pasir dan batu dalam jumlah yang besar. Pasirnya digali dari Kali Porong dan batunya diambil dari salah satu sisi Bukit Pandaan yang, kemudian diangkut dengan ratusan truk proyek menuju Waru. Jumlah pasir dan batu yang diperlukan sekitar 1.1200.000 meter kubik atau 1.800.000 ton. Konon Jumlah pasir sebanyak itu bisa digunakan untuk memperbaiki jalan Jakarta-Surabaya sepanjang 793 Km dengan lebar 5 m dan kedalaman 30 cm. Sedangkan jarak tempuh seluruh truk proyek, bila digabungkan adalah sekitar 25 juta Km atau 600 kali keliling bumi.
Dengan kegiatan proyek yang berlangsung siang-malam dan dukungan kerjasama dari berbagai pihak (Pemerintah Kota Surabaya, Komando Resor Militer (Korem) Surabaya, Otoritas Pelabuhan dan masyarakat pada umumnya), akhirnya proyek tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Pada tanggal 22 September 1963, berarti tujuh bulan lebih cepat, landasan tersebut sudah siap untuk digunakan. Sehari kemudian satu sortie penerbangan, yang terdiri empat pesawat Fairey Gannet ALRI, di bawah pimpinan Mayor AL (Pnb) Kunto Wibisono melakukan uji coba pendaratan untuk pertama kalinya.
Di tengah proses pembangunan bandara ini, sempat terjadi krisis masalah keuangan. Ketika itu bahkan pihak Batignolles sempat mengancam untuk hengkang. Penanganan masalah ini pun sampai ke Presiden Sukarno. Dan Presiden Sukarno kemudian memberikan mandat kepada Waperdam I Ir. Djuanda untuk mengatasi masalah ini hingga proyek ini selesai. Pada tanggal 15 Oktober 1963, Ir. Djuanda mendarat di landasan ini dengan menumpangi Convair 990 untuk melakukan koordinasi pelaksanaan proyek pembangunan. Tidak lama setelah itu, pada tanggal 7 November 1963 Ir. Djuanda wafat. Karena dianggap sangat berjasa atas selesainya proyek tersebut dan untuk mengenang jasa-jasa dia, maka pangkalan udara baru tersebut diberi nama Pangkalan Udara Angkatan Laut (LANUDAL) Djuanda dan secara resmi dibuka oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Agustus 1964. Selanjutnya pangkalan udara ini digunakan sebagai pangkalan induk (home base) skuadron pesawat pembom Ilyushin IL-28dan Fairey Gannet milik Dinas Penerbangan ALRI.
Dalam perkembangannya muncul keinginan maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA) untuk mengalihkan operasi pesawatnya (Convair 240, Convair 340 dan Convair 440) dari lapangan terbang Morokrembangan yang kurang memadai ke Djuanda. Namun, karena dalam pembangunannya tidak direncanakan untuk penerbangan sipil, Lanudal Djuanda tidak memiliki fasilitas untuk menampung penerbangan sipil sehingga kemudian otoritas pangkalan saat itu berinisiatif merenovasi gudang bekas Batignolles untuk dijadikan terminal sementara. Dan jadilah Lanudal Djuanda melayani penerbangan sipil yang pengelolaannya sejak 7 Desember 1981 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI. Pada 1 Januari 1985, pengelolaan bandara komersial ini dialihkan kepada Perum Angkasa Pura I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1984. Seiring waktu berjalan, frekuensi penerbangan sipil disana pun bertambah. Hingga akhirnya dibangun terminal khusus untuk melayani penerbangan sipil dan melayani juga penerbangan internasional. Pada 24 Desember 1990, Bandara Juanda ditetapkan sebagai bandara internasional dengan peresmian terminal penerbangan internasional. 




Panjang
Permukaan
m
kaki
10/28
3.000
9.843
Statistik (2017)
Penumpang
21.882.335 ( 23,9%)
Pergerakan Pesawat
99.877( 10,7%)


b. denah bandara


 DOMESTIK


INTERNASIONAL

c. Parkir bandara


Tipe kendaraan
1 jam pertama
Setiap jam berikutnya sd. 5 jam
6 jam sd. 12 jam
inap
Denda (karcis hilang)
Roda 2
Rp. 5,000
-
-
Rp. 35,000
Rp. 75,000
Roda 4
Rp. 10.000
Rp. 3,000
Rp. 25,000
Rp. 100,000
Rp. 120,000
Roda 6
Rp. 12.000
Rp. 4,000
Rp. 50,000
Rp. 120,000
Rp. 150,000


d. Transportasi publik


NO
TUJUAN
TARIF
1
Bandara juanda-terminal purabaya
Rp. 25,000
2
Bandara juanda-terminal tanjung perak
Rp. 25,000
3
Bandara juanda-terminal bunder gresik
Rp. 40,000


e. Transportasi khusus


f.  Transportasi darat

Jalan Raya dan Toll

Bandara Juanda terkoneksi dengan Jalan Tol Waru-Juanda menuju ke Surabaya sepanjang 15 km, yang menghubungkan Juanda dengan sistem jalam toll Surabaya-Gresik, Surabaya-Malang dan Surabaya-Mojokerto.
Bandara ini juga dihubungkan dengan Jalan Raya Waru untuk ke Surabaya dan Jalan Letjen S. Parman ke Sidoarjo.

Bus

Bus DAMRI disediakan oleh pemerintah setempat untuk mengantarkan penumpang dengan Terminal Purabaya ke Surabaya yang dimulai sejak bulan November 2006.

Taksi

Taksi Primkopal Juanda memberlakukan tarif tetap ke berbagai macam tujuan di kota Surabaya dan daerah sekitarnya termasuk Malang, Blitar, Jember, Tulungagung. Berbeda dengan bandara lainnya di Indonesia. Tiket taksi dapat dibeli di loket yang terletak di pintu keluar bandara.

Kereta Monorel

Kereta Monorel akan dibangun dan diresmikan bersamaan dengan terminal 3 dan 4. Panjang relnya sekitar 20 km. Nantinya, akan memiliki 29 halte yang jarak tiap haltenya antara 1,5 km hingga 2 km. Monorel ini juga memiliki 2 gerbong yang berkapasitas 200 orang.

Sewa Mobil

Terdapat penyewaan mobil beserta supir dengan harga relatif terjangkau, dan merupakan transportasi alternatif bila ingin berkeliling Surabaya maupun ke kota terdekat seperti Malang. Kios-Kios penyewaan yang telah disertifikasi terdapat di bagian pengambilan bagasi. Berhati-hati bila ditawarkan penyewaan harga miring oleh orang-orang diluar terminal, karena sering terjadi kasus diturunkan ditengah jalan maupun penculikan.
Selain itu terdapat beberapa agen travel dari berbagai penjuru kota jawa timur diantaranya dari kota Surabaya, Malang, Jember, Madiun dan kota lainnya 

g. Terminal bandara

Terminal 1

Terminal 1 Bandara Juanda dibuka pada tahun 2006. Terminal ini terletak di sebelah utara landasan pacu. Terminal ini terbagi menjadi terminal 1A dan 1B. Terminal 1A untuk keberangkatan CitilinkBatik AirAirfast Indonesia, dan untuk keberangkatan Umroh. Terminal 1B untuk keberangkatan Lion AirWings AirSriwijaya AirNAM AirKalstar,Trigana AirSusi Air, dan Travira Air. Beberapa tahun kemudian, semakin banyak rute penerbangan dari dan ke Surabaya. Baik domestik, maupun internasional. Hal ini membuat terminal ini menjadi overload. Kapasitas sebenarnya hanya 6 juta penumpang/tahun. Namun pada tahun 2013, jumlah penumpang yang berangkat dan datang menjadi 17 juta penumpang/tahun. Akhirnya pemerintah memutuskan membangun terminal 2 yang berada di terminal lama bandara juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2.

Terminal 2

Terminal 2 mulai dibangun sejak tahun 2011 yang berada di terminal lama bandara Juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2. Terminal ini dibangun untuk mengurangi kepadatan penumpang di terminal 1 yang sudah overload. Terminal ini dipakai untuk keberangkatan Domestik Garuda Indonesia, dan Indonesia AirAsia, dan keberangkatan Internasional Garuda IndonesiaIndonesia AirAsiaIndonesia AirAsia XLion AirAirAsiaJetstarSingapore AirlinesSilk AirCathay PacificChina Airlines, dan lain-lain. Setelah tertunda beberapa bulan, terminal ini dijadwalkan beroperasi tanggal 14 Februari2014. Namun karena abu letusan Gunung Kelud, terminal ini ditunda operasinya hingga beberapa hari. Terminal ini akan menampung 6 juta penumpang/tahun.

Terminal 3

Terminal 3 mulai dibangun sejak awal tahun 2015 [1]. Terminal ini terletak di sebelah timur Terminal 1 Juanda. Terminal ini dibangun demi mengurangi kepadatan penumpang di terminal 1 dan 2 yang sudah overload. Rencananya, terminal ini akan beroperasi pada tahun 2018. Terminal ini memiliki landasan pacu tersendiri, berbeda dengan Terminal 1 dan 2 yang hanya memiliki sebuah landasan pacu. Terminal ini berkonsep Airport City dan dilengkapi pusat perbelanjaan, kereta monorel, dan akses bawah tanah ke terminal 1 dan 2 serta Jalan Tol Waru-Juanda

h. penghubung bandara dengan pesawat


Garbarata (kadang juga disebut tangga belalai) adalah jembatan yang berdinding dan beratap yang menghubungkan ruang tunggu penumpang ke pintu pesawat terbang untuk memudahkan penumpang masuk ke dalam dan keluar dari pesawat. Tergantung pada desain bangunan, ketinggian, memicu posisi, dan persyaratan operasional, mungkin dibuat menetap atau bergerak, berayun radial atau memperpanjang panjang. Garbarata diciptakan oleh Frank Der Yuen.
Sebelum pengenalan garbarata, penumpang biasanya naik pesawat dengan berjalan di sepanjang jalan tanah-tingkat dan mendaki tangga bergerak, atau naik airstairs pada pesawat sehingga dilengkapi. Garbarata pertama kali digunakan pada tanggal 26 Juli 1959 di Bandar Udara Internasional San Francisco

Namun demikian, meskipun keberadaan garbarata menjadi penanda modernnya sebuah bandara, ada alasan tertentu mengapa garbarata tidak dipasang, antara lain karena ketersediaan lahan parkir, padatnya jadwal penerbangan dan penggunaan garbarata. Ada satu waktu di mana ketika penumpang menginginkan garbarata, terkadang menyebabkan terlambatnya penerbangan karena garbarat perlu persiapan memasangkan ke mulut pintu pesawat


Pembangunan fisik Terminal Dua (T2) Domestik Bandara Internasional Juanda telah mencapai 100 persen sejak 4 November 2013.  dua unit Garbarata (jalan penghubung antara pesawat dan penumpang di ruang tunggu) juga sudah terpasang di area apron.

Total Garbarata yang difungsikan di T2 ada 12 unit, di terminal domestik enam unit yang terdiri dari empat Garbarata single dan satu twin. Sedangkan di terminal internasional secara keseluruhan ada enam unit yang terdiri dari tiga pasang twin Garbarata.

Selain pemasangan dua unit Garbarata yang sudah tuntas, pengerjaan di air side juga sedang memasang float light (tiang lampu) sebanyak enam unit, tiga unit sudah terpasang di service road dan apron.


  i. ATC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARAKTERISTIK PESAWAT UDARA T5

di susun oleh moh. syafril imam PESAWAT UDARA Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersa...