BANDAR UDARA DI BAWAH NAUNGAN ANGKASA PURA I
Oleh : MOH. SYAFRIL IMAM
Sejarah PT
Angkasa Pura I (Persero) - atau dikenal juga dengan Angkasa Pura Airports -
sebagai pelopor pengusahaan kebandarudaraan secara komersial di Indonesia
bermula sejak tahun
1962. Ketika
itu Presiden RI Soekarno baru kembali dari Amerika Serikat. Beliau menegaskan
keinginannya kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum agar
lapangan terbang di Indonesia dapat setara dengan lapangan terbang di negara
maju.
Tanggal 15
November 1962 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 tentang
Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran. Tugas pokoknya adalah
untuk mengelola dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang saat
itu merupakan satu-satunya bandar udara internasional yang melayani penerbangan
dari dan ke luar negeri selain penerbangan domestik.
Setelah melalui
masa transisi selama dua tahun, terhitung sejak 20 Februari 1964 PN Angkasa
Pura Kemayoran resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional Pelabuhan
Udara Kemayoran Jakarta dari Pemerintah RI. Tanggal 20 Februari 1964 itulah
yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi perusahaan.
Pada tanggal 17
Mei 1965, berdasarkan PP Nomor 21 tahun 1965 tentang Perubahan dan Tambahan PP
Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura Kemayoran berubah nama menjadi PN Angkasa
Pura, dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan mengelola bandar udara lain
di wilayah Indonesia.
Secara bertahap,
Pelabuhan Udara Ngurah Rai (Denpasar), Pelabuhan Udara Halim Perdanakusumah
(Jakarta), Pelabuhan Udara Polonia (Medan), Pelabuhan Udara Juanda (Surabaya),
Pelabuhan Udara Sepinggan (Balikpapan), dan Pelabuhan Udara Hasanuddin
(Ujungpandang) kemudian berada dalam pengelolaan PN Angkasa Pura. Selanjutnya,
berdasarkan PP Nomor 37 tahun 1974, status badan hukum perusahaan diubah
menjadi Perusahaan Umum (Perum).
Dalam rangka
pembagian wilayah pengelolaan bandar udara, berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 1986
tanggal 19 Mei 1986, nama Perum Angkasa Pura diubah menjadi Perusahaan Umum
Angkasa Pura I. Hal ini sejalan dengan dibentuknya Perum Angkasa Pura II yang
sebelumnya bernama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng, secara khusus
bertugas untuk mengelola Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
Kemudian,
berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 1992, bentuk Perum diubah menjadi Perseroan
Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia
sehingga namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero). Saat ini, Angkasa Pura
Airports mengelola 13 (tiga belas) bandara di kawasan tengah dan timur
Indonesia, yaitu:
1. Bandara I Gusti Ngurah
Rai - Denpasar
2. Bandara Juanda - Surabaya
3. Bandara Sultan
Hasanuddin - Makassar
4. Bandara Sultan Aji
Muhammad Sulaiman Sepinggan - Balikpapan
5. Bandara Frans Kaisiepo
- Biak
6. Bandara Sam Ratulangi - Manado
7. Bandara Syamsudin Noor
- Banjarmasin
8. Bandara Ahmad Yani - Semarang
9. Bandara Adisutjipto - Yogyakarta
10.
Bandara Adi Soemarmo - Surakarta
11.
Bandara Internasional Lombok - Lombok Tengah
12.
Bandara Pattimura - Ambon
13.
Bandara El Tari -
Kupang
Selain itu, Angkasa Pura Airports saat ini memiliki 5 (lima) anak
perusahaan, yaitu PT Angkasa Pura Logistik, PT Angkasa Pura Properti, PT
Angkasa Pura Suport, PT Angkasa Pura Hotel,
dan PT Angkasa Pura Retail.
MILESTONE
1962 – 15 November
Pemerintah RI
mengeluarkan PP No.33 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN)
Angkasa Pura Kemayoran, yang ditandatangani oleh Pejabat Presiden RI Ir.
Djuanda. Tugas pokoknya adalah pengelolaan dan pengusahaan Bandar Udara
Kemayoran Jakarta yang saat itu merupakan satu-satunya bandar udara
internasional yang melayani penerbangan dari dan keluar negeri selain
penerbangan domestik.
1964 – 20 Februari
Setelah melalui
masa transisi selama dua tahun, terhitung mulai tanggal 20 Februari 1964 PN
Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional
Bandara Internasional Kemayoran, Jakarta dari Kementerian Perhubungan Udara.
Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Angkasa Pura
Airports.
1965 – 17 Mei
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1965 tentang Perubahan dan Tambahan PP
Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura “Kemayoran” berubah nama menjadi PN
Angkasa Pura dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan mengelola bandar
udara lain di wilayah Indonesia.
1974 – 24 Oktober
Status badan
hukum perusahaan diubah dari PN Angkasa Pura menjadi Perusahaan Umum (Perum)
Angkasa Pura I
1986 – 19 Mei
Wilayah
pengelolaan bandar udara komersial di Indonesia di bagi dua, seiring dengan
perubahan Perum Angkasa Pura menjadi Perum Angkasa Pura I dan dibentuknya Perum
Angkasa Pura II. Perum Angkasa Pura I mengelola bandara di wilayah timur
Indonesia, sedangkan Perum Angkasa Pura II mengelola bandara di wilayah barat
Indonesia.
1992 – 04 Februari
Berdasarkan PP
No. 5 Tahun 1992, bentuk Perum Angkasa Pura I diubah menjadi Perseroan Terbatas
(PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia sehingga
namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero).
2008 – 22 September
Peresmian Bandara Sultan
Hasanuddin oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
2011 – 20 Oktober
Peresmian Bandara Internasional
Lombok (BIL) oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
2011 – 01 Desember
Groundbreaking proyek pembangunan Terminal 2 (T2) Bandara Juanda,
Surabaya.
2011 - 30 Desember
Logo baru Angkasa Pura Airports sebagai salah satu
identitas perusahaan (corporate identity)
resmi diluncurkan.
2012 – 06 Januari
Pembentukan
Anak-anak Perusahaan, yaitu PT Angkasa Pura Hotel, PT Angkasa Pura Properti,
dan PT Angkasa Pura Logistik.
2012 – 09 Februari
Pembentukan Anak Perusahaan PT
Angkasa Pura Suport.
2012 – 20 Februari
Peluncuran
identitas perusahaan (corporate identity)
berupa visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan baru. Turut pula dilaunching hymne dan mars serta seragam baru
perusahaan.
2013 – 02 Januari
Implementasi Project Enterprise
Resource Planning (ERP) tahap pertama.
2013 – 06 Januari
Pengalihan tugas
pengelolaan kenavigasian ke Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan
Navigasi Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI) berdasarkan PP Nomor 77 Tahun
2012.
2013 – 12 September
Pengoperasian terminal
internasional baru Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.
2014 – 14 Februari
Pengoperasian Terminal 2 Bandara
Internasional Juanda Surabaya.
2014 – 22 Maret
Pengoperasian terminal baru
Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan.
2014 – 17 Juni
Groundbreaking
pengembangan
Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang
2014 – 15 September
Peresmian Bandara
Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan dan Terminal 2
Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono.
2014 – 17 September
Pengoperasian terminal domestik
baru Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.
2014 – 19 Desember
Peresmian Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali oleh Menteri Perhubungan RI Ignasius
Jonan.
2015 – 18 Mei
Groundbreaking Bandara Internasional
Syamsudin Noor Banjarmasin oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
2015 – 17 Agustus
Pengoperasian Terminal B Bandara
Adisutjipto Yogyakarta.
2016 – 23 November
Penerbitan
Obligasi I Angkasa Pura I Tahun 2016 dan Sukuk Ijarah I Angkasa Pura I Tahun
2016.
2017 – 27 Januari
Groundbreaking pembangunan Bandara
Internasional Yogyakarta di Kulonprogo oleh Presiden RI Joko Widodo.
2017 – 8 April
Groundbreaking pembangunan Kererta Api
Bandara Adi Soemarmo di Boyolali oleh Presiden RI Joko Widodo.
BANDAR UDARA INTERNATIONAL NGURAH RAI
Bandar Udara
Internasional Ngurah Rai (bahasa
Inggris: Ngurah Rai
International Airport) (IATA:
DPS, ICAO:
WADD) atau disebut juga Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai adalah bandar udara
internasional yang terletak di sebelah selatan Bali, Indonesia, tepatnya di
daerah Kelurahan Tuban, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung, Bali, sekitar 13 km dari Denpasar. Bandar Udara
Internasional Ngurah Rai merupakan bandara
tersibuk kedua di Indonesia,
setelah Bandara
Internasional Soekarno-Hatta.
Bandara
Ngurah Rai.
Nama bandara ini diambil dari
nama I Gusti
Ngurah Rai, seorang pahlawan Indonesia
dari Bali.
Bandar Udara
Ngurah Rai dibangun tahun 1930 oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats
(semacam Departemen Pekerjaan Umum). Landas pacu berupa airstrip sepanjang 700 m dari rumput di tengah ladang dan pekuburan
di desa Tuban. Karena lokasinya berada di Desa Tuban, masyarakat sekitar
menamakan airstrip ini sebagai
Pelabuhan udara Tuban. Tahun 1935 sudah dilengkapi dengan peralatan telegraph
dan KNILM (Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaar Maatschappij) atau Royal
Netherlands Indies Airways mendarat secara rutin di South Bali (Bali Selatan), yang merupakan nama lain dari Pelabuhan
Udara Tuban.
Tahun 1942 South
Bali Airstrip dibom oleh Tentara Jepang, yang kemudian dikuasai untuk tempat
mendaratkan pesawat tempur dan pesawat angkut mereka. Airstrip yang rusak
akibat pengeboman diperbaiki oleh Tentara Jepang dengan menggunakan Pear Still Plate (sistem plat
baja).
Lima tahun
berikutnya 1942–1947, airstrip mengalami
perubahan. Panjang landas pacu menjadi 1,2 km dari semula 700 m. Tahun 1949
dibangun gedung terminal dan menara pengawas penerbangan sederhana yang terbuat
dari kayu. Komunikasi penerbangan
menggunakan transceiver
kode morse.
Untuk
meningkatkan kepariwisataan Bali, Pemerintah Indonesia kembali membangun gedung
terminal internasional dan perpanjangan landas pacu kearah barat yang semula
1,2 km menjadi 2,7 km dengan overrun 2×100
meter. Proyek yang berlangsung tahun 1963–1969 diberi nama Proyek Airport Tuban
dan sekaligus sebagai persiapan internasionalisasi Pelabuhan Udara Tuban.
Proses reklamasi
pantai sejauh 1,5 km dilakukan dengan mengambil material batu kapur yang
berasal dari Ungasan dan batu kali serta pasir dari Sungai Antosari – Tabanan.
Seiring
selesainya temporary terminal dan runway pada Proyek Airport Tuban,
pemerintah meresmikan pelayanan penerbangan internasional di Pelabuhan Udara
Tuban, tanggal 10
Agustus 1966.
Penyelesaian
Pengembangan Pelabuhan Udara Tuban ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Agustus 1969, yang
sekaligus menjadi momen perubahan nama dari Pelabuhan Udara Tuban menjadi
Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai (Bali
International Airport Ngurah Rai).
Untuk
mengantisipasi lonjakan penumpang dan kargo, maka pada tahun 1975–1978
Pemerintah Indonesia kembali membangun fasilitas-fasilitas penerbangan, antara
lain dengan membangun terminal internasional baru. Gedung terminal lama
selanjutnya dialihfungsikan menjadi terminal domestik, sedangkan terminal
domestik yang lama digunakan sebagai gedung kargo, usaha jasa katering, dan
gedung serba guna.
Pengembangan fasilitas Bandara dan Keselamatan
Penerbangan (FBUKP) Tahap I
Proyek FBUKP
tahap I (1990–1992) meliputi Perluasan Terminal yang dilengkapi dengan
garbarata (aviobridge), perpanjangan
landas pacu menjadi 3 km, relokasi taxiway, perluasan apron, renovasi dan perluasan gedung terminal, perluasan pelataran
parkir kendaraan,
pengembangan
gedung kargo, gedung operasi serta pengembangan fasilitas navigasi udara dan
fasilitas catu bahan bakar pesawat udara.
Pengembangan fasilitas Bandara dan
Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap II
Proyek FBUKP
tahap II (1998–2000), pengembangan bandara dikerjakan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, antara lain dengan memanfaatkan hutan bakau seluas 12 ha
untuk digunakan sebagai fasilitas keselamatan penerbangan.
Pengembangan fasilitas Bandara dan
Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap III
Rencana Proyek
FBUKP tahap III meliputi Pengembangan Gedung Terminal, Gedung Parkir, dan
Apron. Luas terminal domestik saat ini hanya akan dikembangkan hingga total
luasnya mencapai 12.000 m² yang nantinya akan digunakan sebagai terminal
internasional. Adapun eksisting terminal internasional akan dialihfungsikan
menjadi terminal domestik. Dengan kondisi tersebut, Bandara Ngurah Rai akan
mampu menampung hingga 25 juta penumpang.
Terminal
Bandara ini memiliki satu terminal domestik
dan satu terminal internasional.
Terminal Domestik
Saat ini,
terminal domestik menempati area terminal internasional lama. Terminal domestik
keberangkatan memiliki 8 gerbang, gerbang 1A, 1B, 1C, 2, 3, 4, 5, dan 6.
Terminal domestik kedatangan memiliki 4 pengambilan bagasi.
Terminal Internasional
Terminal
internasional sudah selesai direnovasi. Untuk keberangkatan berada di lantai 3
dan kedatangan ada di lantai 1. Terminal internasional keberangkatan memiliki
14 gerbang. Gerbang 1A, 1B, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9A, dan 9B berada di lantai 3
dan gerbang 10, 11, dan 12 ada di lantai
1.
Untuk gerbang keberangkatan internasional
difasilitasi garbarata (aviobridge). Terminal
|
Informasi
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
|
|
|
|
14 kaki / 4 m
|
|
|
|
Situs web
|
Landasan pacu
|
Panjang
|
Permukaan
|
|
kaki
|
m
|
||
09/27
|
9.843
|
3.000
|
Statistik (2018)
Penumpang
|
23.779.178 (▲ 13,0%)
|
Pergerakan pesawat
|
162.623 (▲ 11,1%)
|
Landasan Pacu
Berukuran
45 M x 3.000 M dengan konstruksi perkerasan beton dan aspal, PCN 83/F/C/X/T,
dapat digunakan pesawat kelas B 747-400
untuk menempuh jarak setara Denpasar –
Tokyo
tanpa
pembatasan
beban.
Fasilitas
Sisi Udara
• Aerodome Refference Code : 4E
• Runway Operation Category :
Cat I
• Dimensi Runway : (3.000 x
45) M
• Runway Strip : (3.120 x 300)
M
• Taxiway
–Perpendicular : 5
– Dimensi : 3 x (148,5 x 23) M (600 x
23) M (600 x
23) M
–Rapid Exit : 2
– Dimensi : 2 x (237,62 x 23) M
• Apron
• F1 : 9 ( F1 = B-747, A-300,
A-330, A-340, B- 777)
• F2 : 4 ( F2 = DC-10, A-310,
A-320, A-319, MD-11, B- 767)
• F3 : 25 ( F3 = B-737, DC-9,
Fokker-100, MD-82, MD- 90)
• F4 : – ( F4 = Fokker-50,
Fokker-28, Fokker 27, Cassa-212, ATR-42, ATR-72)
Luas
Apron : 269.367 M2
• Apron Cargo : Gabungan
dengan pesawat penumpang
• Fire Fighting Category : Cat
– IX
• Helipad : 675 M2
• Lahan GSE : 24.490 M2
Fasilitas
Sisi Darat
• Terminal Penumpang
Internasional : 65.898,5 M2
• Terminal Penumpang Domestik
: 14.791,86 M2
• Parkir Kendaraan : 51.348 M2
• VIP I : 633 M2
•
VIP II : 400 M2
• Cargo International Area : 3.708 M2
• Cargo Domestik Area : 2.574
M2
• Inflight Catering : 5.720 M2
(PT. Angkasa Citra Sarana / ACS)
• Inflight Catering II : 3.040
M2 (PT. Jasapura Angkasa Boga)
• Aircraft Refueling Capacity
: (PT. Pertamina (Persero))
• 3 Buah Tangki Pendam : 6.481.000 liter
• 3 Buah Tangki Pendam : 13.528.000 liter
• Fasilitas Search&Rescue
(SAR) : Tersedia
•
Trolley : Tersedia
Landasan – taxi
Beberapa “landasan – taxi – keluar” dan
“landasan – taxi – sejajar” dengan konstruksi aspal dan
beton
meningkatkan kapasitas landasan pacu.
Pelataran
Parkir Pesawat
Kapasitas
Pelataran Parkir Pesawat adalah 7 posisi pesawat kelas B 747-400,6 posisi
pesawat
kelas
A 320, dan 25 posisi untuk kelas B 737, (dalam waktu bersamaan).
Helipa
d
Untuk
pendaratan helikopter, tersedia tiga buah helipad.
Depot
Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU).
Tersedia
fasilitas DPPU dengan kapasitas simpan 6.540 kiloliter yang dioperasikan oleh
Pertamina
untuk pelayanan pengisian BBM bagi pesawat udara, baik dengan menggunakan
hidran
maupun kendaraan tanki, jenis bahan bakar avtur dan avigas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar