Minggu, 10 November 2019

T2 ANGKASA PURA I



BANDAR UDARA DI BAWAH NAUNGAN ANGKASA PURA I

Oleh : MOH. SYAFRIL IMAM

Sejarah PT Angkasa Pura I (Persero) - atau dikenal juga dengan Angkasa Pura Airports - sebagai pelopor pengusahaan kebandarudaraan secara komersial di Indonesia bermula sejak tahun
1962. Ketika itu Presiden RI Soekarno baru kembali dari Amerika Serikat. Beliau menegaskan keinginannya kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum agar lapangan terbang di Indonesia dapat setara dengan lapangan terbang di negara maju.

Tanggal 15 November 1962 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran. Tugas pokoknya adalah untuk mengelola dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang saat itu merupakan satu-satunya bandar udara internasional yang melayani penerbangan dari dan ke luar negeri selain penerbangan domestik.

Setelah melalui masa transisi selama dua tahun, terhitung sejak 20 Februari 1964 PN Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional Pelabuhan Udara Kemayoran Jakarta dari Pemerintah RI. Tanggal 20 Februari 1964 itulah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi perusahaan.

Pada tanggal 17 Mei 1965, berdasarkan PP Nomor 21 tahun 1965 tentang Perubahan dan Tambahan PP Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura Kemayoran berubah nama menjadi PN Angkasa Pura, dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan mengelola bandar udara lain di wilayah Indonesia.

Secara bertahap, Pelabuhan Udara Ngurah Rai (Denpasar), Pelabuhan Udara Halim Perdanakusumah (Jakarta), Pelabuhan Udara Polonia (Medan), Pelabuhan Udara Juanda (Surabaya), Pelabuhan Udara Sepinggan (Balikpapan), dan Pelabuhan Udara Hasanuddin (Ujungpandang) kemudian berada dalam pengelolaan PN Angkasa Pura. Selanjutnya, berdasarkan PP Nomor 37 tahun 1974, status badan hukum perusahaan diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum).


Dalam rangka pembagian wilayah pengelolaan bandar udara, berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 1986 tanggal 19 Mei 1986, nama Perum Angkasa Pura diubah menjadi Perusahaan Umum Angkasa Pura I. Hal ini sejalan dengan dibentuknya Perum Angkasa Pura II yang sebelumnya bernama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng, secara khusus bertugas untuk mengelola Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Kemudian, berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 1992, bentuk Perum diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia sehingga namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero). Saat ini, Angkasa Pura Airports mengelola 13 (tiga belas) bandara di kawasan tengah dan timur Indonesia, yaitu:

1.    Bandara I Gusti Ngurah Rai - Denpasar
2.    Bandara Juanda - Surabaya
3.    Bandara Sultan Hasanuddin - Makassar
4.    Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan - Balikpapan
5.    Bandara Frans Kaisiepo - Biak
6.    Bandara Sam Ratulangi - Manado
7.    Bandara Syamsudin Noor - Banjarmasin
8.    Bandara Ahmad Yani - Semarang
9.    Bandara Adisutjipto - Yogyakarta
10.     Bandara Adi Soemarmo - Surakarta
11.     Bandara Internasional Lombok - Lombok Tengah
12.     Bandara Pattimura - Ambon
13.     Bandara El Tari - Kupang

Selain itu, Angkasa Pura Airports saat ini memiliki 5 (lima) anak perusahaan, yaitu PT Angkasa Pura Logistik, PT Angkasa Pura Properti, PT Angkasa Pura Suport, PT Angkasa Pura Hotel, dan PT Angkasa Pura Retail.


MILESTONE


1962 – 15 November

Pemerintah RI mengeluarkan PP No.33 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran, yang ditandatangani oleh Pejabat Presiden RI Ir. Djuanda. Tugas pokoknya adalah pengelolaan dan pengusahaan Bandar Udara Kemayoran Jakarta yang saat itu merupakan satu-satunya bandar udara internasional yang melayani penerbangan dari dan keluar negeri selain penerbangan domestik.

1964 – 20 Februari

Setelah melalui masa transisi selama dua tahun, terhitung mulai tanggal 20 Februari 1964 PN Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional Bandara Internasional Kemayoran, Jakarta dari Kementerian Perhubungan Udara. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Angkasa Pura Airports.

1965 – 17 Mei

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1965 tentang Perubahan dan Tambahan PP Nomor 33 Tahun 1962, PN Angkasa Pura “Kemayoran” berubah nama menjadi PN Angkasa Pura dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan mengelola bandar udara lain di wilayah Indonesia.

1974 – 24 Oktober

Status badan hukum perusahaan diubah dari PN Angkasa Pura menjadi Perusahaan Umum (Perum) Angkasa Pura I

1986 – 19 Mei

Wilayah pengelolaan bandar udara komersial di Indonesia di bagi dua, seiring dengan perubahan Perum Angkasa Pura menjadi Perum Angkasa Pura I dan dibentuknya Perum Angkasa Pura II. Perum Angkasa Pura I mengelola bandara di wilayah timur Indonesia, sedangkan Perum Angkasa Pura II mengelola bandara di wilayah barat Indonesia.


1992 – 04 Februari

Berdasarkan PP No. 5 Tahun 1992, bentuk Perum Angkasa Pura I diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia sehingga namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero).

2008 – 22 September

Peresmian Bandara Sultan Hasanuddin oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

2011 – 20 Oktober

Peresmian Bandara Internasional Lombok (BIL) oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

2011 – 01 Desember

Groundbreaking proyek pembangunan Terminal 2 (T2) Bandara Juanda, Surabaya.

2011 - 30 Desember

Logo baru Angkasa Pura Airports sebagai salah satu identitas perusahaan (corporate identity)
resmi diluncurkan.

2012 – 06 Januari

Pembentukan Anak-anak Perusahaan, yaitu PT Angkasa Pura Hotel, PT Angkasa Pura Properti, dan PT Angkasa Pura Logistik.

2012 – 09 Februari

Pembentukan Anak Perusahaan PT Angkasa Pura Suport.

2012 – 20 Februari

Peluncuran identitas perusahaan (corporate identity) berupa visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan baru. Turut pula dilaunching hymne dan mars serta seragam baru perusahaan.

2013 – 02 Januari

Implementasi Project Enterprise Resource Planning (ERP) tahap pertama.


2013 – 06 Januari

Pengalihan tugas pengelolaan kenavigasian ke Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI) berdasarkan PP Nomor 77 Tahun 2012.

2013 – 12 September

Pengoperasian terminal internasional baru Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.

2014 – 14 Februari

Pengoperasian Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya.

2014 – 22 Maret

Pengoperasian terminal baru Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan.

2014 – 17 Juni

Groundbreaking pengembangan Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang

2014 – 15 September

Peresmian Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan dan Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

2014 – 17 September

Pengoperasian terminal domestik baru Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.

2014 – 19 Desember

Peresmian Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali oleh Menteri Perhubungan RI Ignasius Jonan.

2015 – 18 Mei

Groundbreaking Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarmasin oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.


2015 – 17 Agustus

Pengoperasian Terminal B Bandara Adisutjipto Yogyakarta.

2016 – 23 November

Penerbitan Obligasi I Angkasa Pura I Tahun 2016 dan Sukuk Ijarah I Angkasa Pura I Tahun 2016.

2017 – 27 Januari

Groundbreaking pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kulonprogo oleh Presiden RI Joko Widodo.

2017 – 8 April

Groundbreaking pembangunan Kererta Api Bandara Adi Soemarmo di Boyolali oleh Presiden RI Joko Widodo.


BANDAR UDARA INTERNATIONAL NGURAH RAI


Bandar Udara Internasional Ngurah Rai (bahasa Inggris: Ngurah Rai International Airport) (IATA: DPS, ICAO: WADD) atau disebut juga Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai adalah bandar udara internasional yang terletak di sebelah selatan Bali, Indonesia, tepatnya di daerah Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, sekitar 13 km dari Denpasar. Bandar Udara Internasional Ngurah Rai merupakan bandara tersibuk kedua di Indonesia, setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Bandara Ngurah Rai.

Nama bandara ini diambil dari nama I Gusti Ngurah Rai, seorang pahlawan Indonesia dari Bali.

Bandar Udara Ngurah Rai dibangun tahun 1930 oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats (semacam Departemen Pekerjaan Umum). Landas pacu berupa airstrip sepanjang 700 m dari rumput di tengah ladang dan pekuburan di desa Tuban. Karena lokasinya berada di Desa Tuban, masyarakat sekitar menamakan airstrip ini sebagai Pelabuhan udara Tuban. Tahun 1935 sudah dilengkapi dengan peralatan telegraph dan KNILM (Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaar Maatschappij) atau Royal Netherlands Indies Airways mendarat secara rutin di South Bali (Bali Selatan), yang merupakan nama lain dari Pelabuhan Udara Tuban.
Tahun 1942 South Bali Airstrip dibom oleh Tentara Jepang, yang kemudian dikuasai untuk tempat mendaratkan pesawat tempur dan pesawat angkut mereka. Airstrip yang rusak akibat pengeboman diperbaiki oleh Tentara Jepang dengan menggunakan Pear Still Plate (sistem plat


baja).
Lima tahun berikutnya 1942–1947, airstrip mengalami perubahan. Panjang landas pacu menjadi 1,2 km dari semula 700 m. Tahun 1949 dibangun gedung terminal dan menara pengawas penerbangan sederhana yang terbuat dari kayu. Komunikasi penerbangan
menggunakan transceiver kode morse.
Untuk meningkatkan kepariwisataan Bali, Pemerintah Indonesia kembali membangun gedung terminal internasional dan perpanjangan landas pacu kearah barat yang semula 1,2 km menjadi 2,7 km dengan overrun 2×100 meter. Proyek yang berlangsung tahun 1963–1969 diberi nama Proyek Airport Tuban dan sekaligus sebagai persiapan internasionalisasi Pelabuhan Udara Tuban.
Proses reklamasi pantai sejauh 1,5 km dilakukan dengan mengambil material batu kapur yang berasal dari Ungasan dan batu kali serta pasir dari Sungai Antosari – Tabanan.
Seiring selesainya temporary terminal dan runway pada Proyek Airport Tuban, pemerintah meresmikan pelayanan penerbangan internasional di Pelabuhan Udara Tuban, tanggal 10 Agustus 1966.
Penyelesaian Pengembangan Pelabuhan Udara Tuban ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Agustus 1969, yang sekaligus menjadi momen perubahan nama dari Pelabuhan Udara Tuban menjadi Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai (Bali International Airport Ngurah Rai).
Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang dan kargo, maka pada tahun 1975–1978 Pemerintah Indonesia kembali membangun fasilitas-fasilitas penerbangan, antara lain dengan membangun terminal internasional baru. Gedung terminal lama selanjutnya dialihfungsikan menjadi terminal domestik, sedangkan terminal domestik yang lama digunakan sebagai gedung kargo, usaha jasa katering, dan gedung serba guna.

Pengembangan fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap I

Proyek FBUKP tahap I (1990–1992) meliputi Perluasan Terminal yang dilengkapi dengan garbarata (aviobridge), perpanjangan landas pacu menjadi 3 km, relokasi taxiway, perluasan apron, renovasi dan perluasan gedung terminal, perluasan pelataran parkir kendaraan,


pengembangan gedung kargo, gedung operasi serta pengembangan fasilitas navigasi udara dan fasilitas catu bahan bakar pesawat udara.

Pengembangan fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap II

Proyek FBUKP tahap II (1998–2000), pengembangan bandara dikerjakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, antara lain dengan memanfaatkan hutan bakau seluas 12 ha untuk digunakan sebagai fasilitas keselamatan penerbangan.

Pengembangan fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap III

Rencana Proyek FBUKP tahap III meliputi Pengembangan Gedung Terminal, Gedung Parkir, dan Apron. Luas terminal domestik saat ini hanya akan dikembangkan hingga total luasnya mencapai 12.000 m² yang nantinya akan digunakan sebagai terminal internasional. Adapun eksisting terminal internasional akan dialihfungsikan menjadi terminal domestik. Dengan kondisi tersebut, Bandara Ngurah Rai akan mampu menampung hingga 25 juta penumpang.

Terminal

Bandara ini memiliki satu terminal domestik dan satu terminal internasional.

Terminal Domestik

Saat ini, terminal domestik menempati area terminal internasional lama. Terminal domestik keberangkatan memiliki 8 gerbang, gerbang 1A, 1B, 1C, 2, 3, 4, 5, dan 6. Terminal domestik kedatangan memiliki 4 pengambilan bagasi.

Terminal Internasional

Terminal internasional sudah selesai direnovasi. Untuk keberangkatan berada di lantai 3 dan kedatangan ada di lantai 1. Terminal internasional keberangkatan memiliki 14 gerbang. Gerbang 1A, 1B, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9A, dan 9B berada di lantai 3 dan gerbang 10, 11, dan 12 ada di lantai
1.    Untuk gerbang keberangkatan internasional difasilitasi garbarata (aviobridge). Terminal


internasional kedatangan memiliki 7 pengambilan bagasi.[3] Terdapat pula fasilitas Visa on Arrival (VOA) dan imigrasi serta bea cukai (custom) di area kedatangan internasional.







IATA: DPS, ICAO: WADD, WMO: 97230

Informasi
Jenis
Publik
Pemilik
Pengelola
Melayani
Lokasi


·         Garuda Indonesia
·         Indonesia AirAsia
·         Lion Air
·         Wings Air


·         Citilink
·         Jetstar Airways
·         Malindo Air
Ketinggian dpl
14 kaki / 4 m

Situs web





                                                 Landasan pacu                                                



Panjang

Permukaan
kaki
m
09/27
9.843
3.000
                                                 Statistik (2018)                                                

Penumpang
23.779.178 (13,0%)
Pergerakan pesawat
162.623 (11,1%)


Landasan Pacu
Berukuran 45 M x 3.000 M dengan konstruksi perkerasan beton dan aspal, PCN 83/F/C/X/T,
dapat digunakan pesawat kelas B 747-400 untuk menempuh jarak setara Denpasar –
Tokyo tanpa
pembatasan beban.

Fasilitas Sisi Udara


  Aerodome Refference Code : 4E
  Runway Operation Category : Cat I
  Dimensi Runway : (3.000 x 45) M
  Runway Strip : (3.120 x 300) M
  Taxiway

–Perpendicular : 5
– Dimensi : 3 x (148,5 x 23) M (600 x 23) M (600 x
23)   M
–Rapid Exit : 2
– Dimensi : 2 x (237,62 x 23) M

  Apron

  F1 : 9 ( F1 = B-747, A-300, A-330, A-340, B- 777)


  F2 : 4 ( F2 = DC-10, A-310, A-320, A-319, MD-11, B- 767)
  F3 : 25 ( F3 = B-737, DC-9, Fokker-100, MD-82, MD- 90)
  F4 : – ( F4 = Fokker-50, Fokker-28, Fokker 27, Cassa-212, ATR-42, ATR-72)

Luas Apron : 269.367 M2
  Apron Cargo : Gabungan dengan pesawat penumpang
  Fire Fighting Category : Cat – IX
  Helipad : 675 M2
  Lahan GSE : 24.490 M2

Fasilitas Sisi Darat


  Terminal Penumpang Internasional : 65.898,5 M2
  Terminal Penumpang Domestik : 14.791,86 M2
  Parkir Kendaraan : 51.348 M2
  VIP I : 633 M2
  VIP II : 400 M2
  Cargo International Area : 3.708 M2
  Cargo Domestik Area : 2.574 M2
  Inflight Catering : 5.720 M2 (PT. Angkasa Citra Sarana / ACS)


  Inflight Catering II : 3.040 M2 (PT. Jasapura Angkasa Boga)
  Aircraft Refueling Capacity : (PT. Pertamina (Persero))
  3 Buah Tangki Pendam : 6.481.000 liter
  3 Buah Tangki Pendam : 13.528.000 liter
  Fasilitas Search&Rescue (SAR) : Tersedia
  Trolley : Tersedia

Landasan – taxi

Beberapa “landasan – taxi – keluar” dan “landasan – taxi – sejajar” dengan konstruksi aspal dan
beton meningkatkan kapasitas landasan pacu.

Pelataran Parkir Pesawat

Kapasitas Pelataran Parkir Pesawat adalah 7 posisi pesawat kelas B 747-400,6 posisi pesawat
kelas A 320, dan 25 posisi untuk kelas B 737, (dalam waktu bersamaan).

Helipa d

Untuk pendaratan helikopter, tersedia tiga buah helipad.


Depot Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU).

Tersedia fasilitas DPPU dengan kapasitas simpan 6.540 kiloliter yang dioperasikan oleh
Pertamina untuk pelayanan pengisian BBM bagi pesawat udara, baik dengan menggunakan
hidran maupun kendaraan tanki, jenis bahan bakar avtur dan avigas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARAKTERISTIK PESAWAT UDARA T5

di susun oleh moh. syafril imam PESAWAT UDARA Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersa...